INFO BUDAYA, suluhdesa.com | Salah satu ukiran figuratif pada Sa'o Ngaza masyarakat Ngada adalah kuda. Motif weti jara ditemukan hampir pada semua Sa'o Ngaza dan ditempatkan pada dawu.
Masyarakat Ngada yakin bahwa manusia yang menunggang seekor senantiasa mendapatkan berkat dan keberuntungan.
Mengingat kuda dalam bahasa orang Ngada juga dinamakan jara ngai, artinya hewan yang selalu mendatangkan kesejahteraan bagi pemiliknya.
Zaman dahulu orang yang memiliki kuda piaraan dikenal juga sebagai kaum berada dalam masyarakat. Kuda selain dimanfaatkan sebagai kendaraan serbaguna untuk mengangkut orang juga hasil pertanian dari ladang maupun barang jualan ke pasar.
Baca Juga: Selamat Jalan Sang Pengganggu (Eulogi Pater George Kirchberger, SVD)
Penggunaan ukiran kuda pada dinding Sa'o Ngaza mempunyai tujuan untuk memberi motivasi dan inspirasi pada para penghuni Sa'o Ngaza agar senantiasa tekun bekerja supaya bisa meraih kesuksesan dan kesejahteraan.
Arti lain dari ukiran figuratif kuda terungkap dalam dua pata dela (ungkapan leluhur) yang lazim digunakan oleh masyarakat Ngada.
Pertama, Bodha ie moe jara ngai yang secara harafiah berarti 'harus meringkik seperti kuda '. Istilah jara _ (kuda) dan _ngai (sakti, nafas, kaya, hidup sejahtera) dan ie (meringkik) merefleksikan nilai-nilai luhur yang seyogyanya dipahami dan dipelajari oleh manusia.
Ungkapan bodha ie moe jara ngai menunjukkan bahwa seorang manusia dalam masyarakat kolektif, ketika berkomunikasi dengan orang lain hendaknya lantang, jelas, tegas, dan pasti.
Komunikasi yang demikian akan dapat membawa keharmonisan dan kepastian dalam hidup bersama, terutama bagi mereka yang dipercayakan sebagai pemimpin dalam suku dan dalam masyarakat.
Artinya komunikasi yang dibungkus dengan kemunafikan dan kepentingan tertentu pasti akan menimbulkan ketidakjelasan dan membingungkan bahkan bisa perpecahan dalam kehidupan bersama.
Kedua Ada ungkapan yang cukup populer di masyarakat Ngada terkait dengan Jaran yakni moe jara nga ngaba (seperti kuda yang mengamati-amati jurang).
Hal ini sesungguhnya bermakna agar manusia, terutama mereka yang mewarisi dan menghuni Sa'o ngaza (rumah adat), agar selalu berlaku bijaksana dan membuat pertimbangan yang matang sebelum melakukan hal-hal yang penting.
Kecerobohan berkonsekuensi pada kehancuran total, tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi seluruh komunitas suku dan keluarga. Setiap orang mesti menjadi pemimpin yang bijaksana bagi dirinya sendiri.
Artikel Terkait
Pesta Adat Warga Ngada Diaspora Jakarta, Romo Edu Ungkap Reba Memiliki Elemen Doa, Kurban, Dan Perjamuan
Paguyuban Keluarga Besar Ngada Jakarta Helat Pesta Reba Di TMII, Ribuan Warga Hadir Walau Diguyur Hujan
Kepala Kantor Kemenag Ngada Buka Kegiatan Pembinaan Karakter Untuk Siswa SMAK Negeri Ende
Bikin Bangga! Suster Rosita Asal Soa Ngada Yang Jadi Penjaga Makam Yesus Di Yerusalem, Pertama Dari Indonesia
Alokasi Anggaran Di Ngada, Bupati AP Dan Wabup RB Fokus Pada Masyarakat Umum Ketimbang Personal
Pilkada 2024, Andreas Paru Dan Raymundus Bena Masih Berlanjut, Solid, Mesra, Dan Harmonis Pimpin Ngada