• Selasa, 26 September 2023

Renungan Indonesia: Makna Intelijen Negara

- Senin, 6 Maret 2023 | 09:28 WIB
Ilustrasi tolak perdagangan orang. (Suluh Desa)
Ilustrasi tolak perdagangan orang. (Suluh Desa)

Oleh: Dominggus Elcid Li

*Penulis adalah seorang warga negara


suluhdesa.com | Mimpi menjadi orang merdeka memang tidak mudah.

Di tahun 2023, sebagian orang sibuk berpikir soal bagaimana menjadi presiden 2024, sebagian lagi untuk bertahan hidup saja saja sudah teramat sulit. Sebagian sudah terlanjur jadi tim sukses, jadi pejabat, mulutnya terkunci.

Sebagian lagi, untuk makan saja harus merantau mencari kerja ke negeri orang.

Dalam 5 tahun terakhir, Sr.Laurentina mencatat ia telah menerima 650 peti mati di bandara El Tari, Kupang, NTT. Mereka semua pekerja migran. Berusaha hidup, tapi mati. Mereka tetap jadi orang yang kalah.

“Mungkin kami dianggap cuma pergi dan menjemput peti, tetapi di situ kami menemukan simpul jaringan kriminal,” kata Pdt.Emmy Sahertian, salah seorang perempuan yang rutin menjeput jenasah di bandara.

Di terminal cargo kemanusiaan diingatkan sekali lagi, bahwa mereka bukan lah sekedar barang yang pulang. Mereka manusia. Sebab pernah terjadi ada peti dibiarkan begitu saja lebih dari 3 hari tanpa ada yang peduli.

Baca Juga: Pegawai Dinas Pendidikan NTT Masuk Kerja Jam 5.30 Pagi, Staf: Kadis Cari Muka, Sonde Tau Mau Kejar Apalagi

Hingga hari ini peran kepolisan untuk mengusut terbatas. Peran Kepala Negara untuk melindungi warga negara juga lebih terbatas lagi. Jarang orang sekarang meletakan penderitaan rakyat sebagai titik pintu masuk.

Orang sibuk dengan imajinasinya tentang masa depan. Entah investasi, entah jabatan. Sementara penderitaan tidak menjadi bahan refleksi. Apalagi menjadi titik masuk untuk mencari jalan keluar.

Sudah lama rakyat kita yatim piatu. Sudah lama pemimpin-pemimpin Indonesia tenggelam dalam egonya sendiri, dan tidak mampu menemukan prioritas.

“Orang di Indonesia harus tahu lah, ya pasti tahu lah, apa yang kalian buat di Indonesia, dampaknya untuk kita di sini itu luar biasa,” kata Hermono Dubes RI di Malaysia ketika menjawab pertanyaan wartawan BBC, Endang Nurdin, tentang ‘apakah para aparat itu tahu atau tidak’ adanya sekian modus perdagangan orang ke negeri jiran, Malaysia. Tidak kurang 4500 kasus masih belum terselesaikan. Sudah lama para diplomat mengeluh. Tetapi mengeluh saja tidak cukup. Kita butuh revolusi.

Revolusi bukan lah hal jelek. Dengan revolusi kita bisa bebas dari penjajahan Belanda. Revolusi jilid kedua dibutuhkan agar kita bisa bebas dari penjajahan bangsa sendiri. Karena struktur yang ada sudah begitu membelenggu.

Halaman:

Editor: Frids Wawo Lado

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Menyembuhkan Luka lewat Cinta

Selasa, 19 September 2023 | 12:01 WIB
X