• Selasa, 26 September 2023

Politik Dan Pengkhianatan

- Sabtu, 8 April 2023 | 12:02 WIB
Isidorus Lilijawa (Alumnus Seminari Tinggi Ledalero – Flores)
Isidorus Lilijawa (Alumnus Seminari Tinggi Ledalero – Flores)

Penulis: Isidorus Lilijawa (Alumnus Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero – Maumere)


suluhdesa.com | Sebagai politisi, saya terus diingatkan oleh orang-orang yang berkehendak baik agar selalu berwaspada dan berhati-hati karena dalam dunia politik banyak serigala berbulu domba. Pesan-pesan itu hadir lagi tatkala ikhtiar saya untuk maju dalam kontestasi politik.

Saya sungguh menyadari itu. Pengkhianatan dalam politik hampir menjadi biasa. Sampai-sampai orang yang dikhianati tidak sadar bahwa ia memang sudah dan sedang dikhianati. Mengapa? Karena musuh sesungguhnya bukan datang dari luar rumah politik, tetapi justru lahir, dibesarkan dan membangun konspirasi itu dari dalam rumah pokok yang sama.

Saya menulis refleksi ini persis di hari pertama dari rangkaian trihari suci yang dirayakan oleh umat Kristiani. Saya tersentuh dan tersentak oleh kisah pengkhianatan Yudas terhadap Sang Guru.

Baca Juga: Jadi Pemateri IAIN Lhokseumawe, Ketua Umum PCA Sebut Pemerintah Harus Serius Membangun Aceh

Hari Kamis putih memiliki dua pesan penting melalui peristiwa pembasuhan kaki para murid dan the last supper, perjamuan terakhir Sang Guru bersama murid-murid-Nya. Setelah itu, ada kisah pengkhianatan sang murid yang menjadi awal dimulainya perjalanan penderitaan Sang Guru.

Jika didramatisir, sangat sedih memang membayangkan nasib Sang Guru. Ia sudah tahu bahwa dari jajaran para murid itu ada yang bakal mengkhianati-Nya, tetap dalam kerendahan hati tetap saja ia membasuh kaki mereka sebagai simbol cinta, kasih dan pelayanan.

Bahkan di saat perjamuan terakhir, Sang Guru sudah secara eksplisit menyampaikan bahwa ada yang akan mengkhianati-Nya. Dengan penuh diplomatis Yudas berkata, ‘bukan aku ya Rabi?

Konspirasi Politik

Pengkhianatan Yudas terhadap Sang Guru ada dalam konspirasi politik bersama para prajurit, imam-imam kepala dan kaum tua-tua Yahudi. Yudas punya kepentingan 30 keping perak.

Ia sangat terobsesi dengan harta ini. Maka mengkhianati gurunya pun tak jadi soal. Apalagi Yudas ini tipikal murid yang bermain dua kaki. Ia berada bersama Sang Guru tetapi juga berkonspirasi dengan para imam kepala. Segala kebaikan dan cinta Tuhan luntur di hadapan 30 keping perak. Tipikal para pengkhianat politik memang semacam itu.

Dalam politik memang penting untuk menghidupi spiritualitas ular dan merpati. Tulus seperti merpati dan cerdik seperti ular. Dua-duanya mesti ada dalam diri politisi agar tidak mudah dikhianati atau tidak gampang menjadi pengkhianat. Kalau mau cari pengkhianat, di panggung politik jenis itu banyak; entah di front stage (panggung depan) atau back stage (panggung belakang).

Orientasinya beragam, mulai dari rebutan jabatan politik, ambisi yang meluap-luap, iri hati, dengki, tidak terima diri, tergoda harta, tahta dan wanita hingga hal-hal yang irasional sekalipun. Maka, selalu awas dan berjaga-jaga di dunia politik itu sangat penting.

Nasib Julius Caesar tidak akan begitu tragis jika ia mendengar apa kata istrinya Calpurnia dan tidak menjadi begitu percaya terhadap Brutus sang senator yang ia anggap anaknya sendiri.

Halaman:

Editor: Frids Wawo Lado

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Menyembuhkan Luka lewat Cinta

Selasa, 19 September 2023 | 12:01 WIB
X