BANDUNG, suluhdesa.com – Semua ungkapan klasik mengatakan belajar tak mengenal usia. Ungkapan ini pantas disematkan kepada Drs. Josef Adreanus Nae Soi, MM, wakil gubernur Nusa Tenggara Timur.
Usia bukan menjadi alasan seseorang untuk berhenti belajar. Pada usianya ke-70, Josef A. Nae Soi menyisihkan waktunya di sela-sela kesibukannya sebagai Wakil Gubernur NTT untuk menempuh Program Doktoral Bidang Ilmu Hukum di Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat.
Minat belajar Josef Nae Soi tak terlepas dari perjalanan kariernya sebagai sebagai seorang akademisi di ALTRI Kehakiman Jakarta (1997-2007), juga latar belakangnya sebagai seorang politisi senior.
Josef Nae Soi dalam keseharian memegang prinsip hidup yang dihayatinya dari sebuah ungkan Latin “Tempus Mutantur Et Nos Mutamur In Illis” – waktu berubah kita ikut berubah juga dalamnya.
Menempuh pendidikan doktoral di usianya yang tak muda lagi, serta padatnya aktivitasnya sebagai Wakil Gubernur NTT, sebagai salah satu wujud penghayatan dan pengamalan pemeo klasik Latin di atas.
Adapun judul disertasinya, “Urgensi Perlindungan Hukum Ekspresi Budaya Tradisional Berdasarkan Peraturan Daerah untuk Akselerasi Pembangunan Pariwisata di NTT”
Josef Nae Soi menyadari bahwa Indonesia merupakan salah satu negara inisiator dan pelopor yang menjadikan ekspresi budaya tradisional sebagai ciptaan yang dimiliki oleh masyarakat tradisional.
Dan, kepemilikan ekspresi budaya tradiosnal ini bersifat komunal. Hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Menurutnya, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah provinsi yang multi etnis dan memiliki banyak ragam Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) yang lahir, berkembang, dan dilestarikan secara turun-temurun dan disebarluaskan secara lisan.
Ia mensinyalir di tengah kaya dan ragamnya budaya yang ada di NTT, ada adat dan tradisi yang menjadi kekayaan budaya tradisional yang mulai memudar, serta sangat rentan dengan peniruan dan eksploitasi dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
Hal disebabkan oleh tidak ada itikad untuk diinventarisasi dan dinarasikan dengan baik sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Alasan itulah, Josef Nae Soi mendorong perlunya narasi dalam bentuk tertulis baik dalam bentuk hardcopy (buku) maupun softcopy (digital), kemudian diwujudkan dalam atraksi-atraksi.
Sebagaimana ia mengutip adagium Latin “verba volant scripta manent” (tutur kata terbang dilupakan, tulisan akan terkenang) dan “lego ergo scio” (saya baca, saya tahu).
Artikel Terkait
Rekam Jejak Josef A. Nae Soi: Mantan Guru, Eks Pemain Persami, dan Politisi Yang Menjadi Wakil Gubernur NTT