Membaca Kontestasi Dapil 1 NTT Menuju Senayan 2024

- Selasa, 21 Maret 2023 | 21:54 WIB
Drs. GF. Didinong Say (Diaspora Flores, tinggal di Jakarta) - (Foto: Istimewa)
Drs. GF. Didinong Say (Diaspora Flores, tinggal di Jakarta) - (Foto: Istimewa)

"Ada suatu pernyataaan menarik dengan basis sosiologis kultural, bahwa orang Flores itu, berbeda dari suku Batak misalnya, sepertinya tidak mengenal budaya regenerasi ataupun kaderisasi by design.

Budaya kekuasaan di Flores itu cenderung feodalistik yang diturunkan berdasarkan hubungan genealogis. Dengan latar belakang ini, sulit kiranya membayangkan bahwa seseorang yang berkuasa akan bersedia mempersiapkan orang lain sebagai  pengganti dirinya."

Penulis: GF. Didinong Say (Diaspora Flores di Jakarta)


Kultus Individu

Joseph Goebbles dikenal sebagai propagandis ulung Nazi Jerman di masa lalu. Goebbels sangat piawai memanfaatkan berbagai metode propaganda pencitraan yang terstruktur sistematik dan masif.

Melalui media informasi yang ada saat itu seperti surat kabar, majalah, atau film, Gobbles dengan lihai mampu merekayasa kekaguman, kecintaan, kepatuhan, dan lain lain perasaan takluk rakyat Jerman kepada Adolf Hitler.

Jargon-jargon mitos artifisial yang diperkenalkan Goebbels seperti Fuhrer atau German Uber Alles ternyata mampu menghipnotis sekaligus mengkooptasi opini, persepsi, mindset dan perilaku bangsa Jerman menjadi sekadar penyembah Hitler.

Baca Juga: Dirawat Di Singapura, Ini Penyebab Sakit Yang Diderita Ustad Kondang Das'ad Latif, Kondisinya Menurun

Propaganda Goebbels tersebut terbukti menghasilkan kultus individu atau kultus pemimpin bagi sosok Adolf Hitler

Dengan tercipta kondisi kultus tersebut, privilege kekuasaan Hitler segera menjadi absolut.

Hitler pun bertransformasi menjadi seorang diktator tiran anti kritik.

Selanjutnya Hitler yang otoriter sesuka hati mulai menentukan arah dan tujuan hidup bangsa Jerman yang kemudian berujung pada Perang Dunia II dan berakhir pada kehancuran Jerman pada tahun 1945.

Hari hari ini, ketika mengamati konstelasi perebutan kursi DPR RI pada Pileg 2024 mendatang di dapil 1 NTT yang meliputi Flores, Lembata, Alor, sekilas kesan terdapat nuansa kultus pada beberapa sosok kontestan incumbents (petahana) yang konon masih akan maju bertarung lagi.

Fenomena kultus invidu itu tercermin dalam stagnasi perwakilan aspirasi politik. Stagnasi ini bisa jadi terkait dengan persepsi masyarakat yang telah dibentuk dengan sangat kuat bahwa hanya dia-dia itu saja yang patut dipilih menjadi wakil rakyat Flores di Senayan.

Halaman:

Editor: Frids Wawo Lado

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Di(tendang)an Bola Liar PDIP

Selasa, 4 April 2023 | 10:56 WIB

Membaca Kontestasi Dapil 1 NTT Menuju Senayan 2024

Selasa, 21 Maret 2023 | 21:54 WIB

Membaca Estetika Lingkungan di Kota Kupang

Minggu, 12 Maret 2023 | 13:05 WIB
X