Gereja Yang Berziarah Sebagai Persiapan Menuju Hidup Eskatologis

- Senin, 27 Maret 2023 | 23:04 WIB
Fr. Silvester Deu OCD (Mahasiswa Teologan Universitas Sanata Darma Fakultas Teologi, Yogyakarta) (Suluh Desa/SuluhDesa.com)
Fr. Silvester Deu OCD (Mahasiswa Teologan Universitas Sanata Darma Fakultas Teologi, Yogyakarta) (Suluh Desa/SuluhDesa.com)

Akan tetapi Gereja belum mengalami kesempurnaan kekudusan itu. Kesempurnaan ini hanya akan diperoleh jikalau umat manusia mengalami “pembaharuan sempurna dalam Kristus” (LG. 48) yaitu ketika kita mati terhadap dosa dan bangkit bersama Kristus. Kesempurnaan kekudusan juga diperoleh berkat “kebersamaan dengan seluruh umat manusia” yang berjalan “menuju tujuan yang sama” sebab kesempurnaan kekudusan itu adalah kesempurnaan Gereja.

Penulis: Fr. Silvester Deu OCD (Mahasiswa Teologan Universitas Sanata Darma Fakultas Teologi, Yogyakarta)


  1. Pengantar

Gereja itu bukanlah kumpulan ajaran Yesus Kristus, tetapi persekutuan pribadi-pribadi yang mengimani serta yang menghayati ajaran Yesus Kristus sebagai Sang Juru Selamat manusia. Melalui pembaptisan mereka masuk dalam persekutuan dengan Allah, yang dibangun atas dasar iman akan Yesus Kristus. Oleh karena itu,Gereja yang merupakan persekutuan pribadi-pribadi yang mengimani serta menghayati ajaran Yesus, dibangun atas dasar yang kokoh yakni Yesus Kristus.

Gereja saat ini merupakan penerus Gereja Perdana. Semua yang mengambil bagian di dalam persekutuan dengan Allah melalui Yesus Kristus dipanggil kepada keselamatan. Panggilan akan keselamatan ini telah dimulai dalam Gereja, yang sekarang dan saat ini pula. Jadi, Gereja merupakan wujud nyata di mana karya keselamatan Allah itu terjadi. Atau dengan kata lain, Gereja sebagai sakramen keselamatan. Tetapi keselamatan akan mencapai kepenuhannya pada akhir zaman. Maka tugas Gereja adalah membawa setiap orang pada keselamatan melalui sakremen-sakramen.

Baca Juga: Indonesia Tolak Timnas Israel: Sejarah Penolakan Tahun 1958 Terulang, Tapi Beda Kasus Beda Pula Sikap PSSI

Gereja yang sedang berziarah (Gereja Musafir) adalah Gereja yang menuju persatuan dengan Allah. Melalui Gereja kita semua yang telah dibaptis dan dipanggil dalam Kristus dengan perantaraan rahmat Allah, kita akan disempurnakan dalam kejayaan surgawi (LG. 48). Dengan demikian, Gereja sekarang sesungguhnya merupakan antisipasi akan hidup eskatologis. Hidup eskatologis artinya hidup dalam persatuan yang penuh dan utuh dengan Allah Bapa.

  1. Sifat Eskatologis Gereja Musafir (Gereja Yang Berziarah)
    • Gereja Sebagai Persekutuan/Perhimpunan

Pertama, sehubungan dengan pengalaman akan Allah, Gereja tidak lain selain suatu persekutuan atau komunio kaum beriman. Komunio yang dimaksud adalah persekutuan Allah dan Manusia. Dalam kepentingan inilah Konsili Vatikan II mencoba menjelaskan gereja. Gereja adalah sakramen yaitu tanda dan sarana keselamatan (LG. 1). Keselamatan mengandaikan adanya komunio antara Allah dan manusia. Komunio adalah tujuan universal seluruh sejarah umat manusia, terlaksana secara istimewa di dalam diri Yesus Kristus.

Kedua, partisipasi antaranggota dalam membangun communio, semua pelayan dalam Gereja pada hakekatnya merupakan partisipasi dan kolaborasi dalam bangunan ‘Tubuh Kristus.’ Komunio antara Allah dengan manusia tidak dapat mengabaikan komunio yang dibangun antar sesama manusia. Keduanya saling berkaitan. Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes melihat “landasan yang mengungkapkan martabat manusia terletak dalam panggilannya untuk bersatu dengan Allah.”

Alasan mendasarnya karena setiap orang adalah bagian dari tubuh yang satu atau anggota dari Kepala yang sama yakni Kristus sendiri. Oleh karena itu, Konsili Vatikan II tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa antara Gereja yang kelihatan dan Gereja yang tidak kelihatan harus dipisahkan. Menurut Konsili Vatikan II, keduanya adalah satu serta menampilkan hal yang satu dan sama.

Sebagaimana “kudus” merupakan salah satu sifat Gereja, ‘kudus’ juga menjadi sifat yang menunjukkan dimensi eskatologis Gereja Musafir (Gereja yang berziarah). Gereja berkat pembaptisan telah menjadi kudus, menjadi anak-anak Allah, menolak setan, dan hanya mengimani Kristus. Rahmat pembaptisan inilah yang menguduskan manusia. Dengan demikian, sejak di dunia ini, Gereja telah menjadi kudus dan memang demikian hakekat Gereja adalah kudus.

Akan tetapi Gereja belum mengalami kesempurnaan kekudusan itu. Kesempurnaan ini hanya akan diperoleh jikalau umat manusia mengalami “pembaharuan sempurna dalam Kristus” (LG. 48) yaitu ketika kita mati terhadap dosa dan bangkit bersama Kristus. Kesempurnaan kekudusan juga diperoleh berkat “kebersamaan dengan seluruh umat manusia” yang berjalan “menuju tujuan yang sama” sebab kesempurnaan kekudusan itu adalah kesempurnaan Gereja.

Dewasa ini, konsep Gereja sebagai sakramen seringkali berada pada tataran antropologis. Artinya tidak terlepas dari aspek personal. Hal ini berarti Gereja sebagai sakramen keselamatan menjadi jaminan keselamatan oleh karena iman akan Yesus Kristus. Gereja sebagai sakramen tentu bukan hanya mengungkapkan apa yang tidak kelihatan, tetapi juga himbauan untuk melekat pada apa yang ditandai. Yang ditandai tidak lain adalah Yesus, yang oleh pambaptisan kita menjadi anggota dari Tubuh-Nya yang satu. Jadi, Yesus adalah tanda yakni seluruh hidup  dan diri-Nya, yang sekaligus menghadirkan Allah sendiri. Gereja perlu untuk keselamatan. Ia adalah tanda dan juga sarana keselamatan. Ia juga adalah jaminan bagi keselamatan. Namun, paham seperti ini tidak menyempitkan keselamatan hanya pada mereka yang mengimani Yesus. Keselamatan tetap ada dalam oang-orang yang tidak secara langsung mengimani Yesus sebagai juru selamat.

Konsili Vatikan II merumuskan sakramentalitas keselamatan untuk mendefinisikan kodrat dan fungsi-fungsi umat Allah yang baru. Dalam amanat sebelum Ia berpisah dengan para Murid-Nya, Ia mangatakan bahwa: sesudah Aku pergi dan meninggalkan dunia ini, Aku akan menarik semua orang kepada -Ku. “apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku” (Yoh 12:32). Ia mencurahkan Roh Kudus Kepada murid-murid-Nya dan membentuk Tubuh-Nya yaitu Gereja sebagai sakramen universal keselamatan.

Konsili Vatikan II, dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja ( LG bab 7 art. 48) memperlihatkan Gereja Musafir sebagai tanda harapan akan hidup eskatologis. Di manakah letak tanda harapan eskatologis Gereja Musafir?

Halaman:

Editor: Frids Wawo Lado

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Di(tendang)an Bola Liar PDIP

Selasa, 4 April 2023 | 10:56 WIB

Membaca Kontestasi Dapil 1 NTT Menuju Senayan 2024

Selasa, 21 Maret 2023 | 21:54 WIB

Membaca Estetika Lingkungan di Kota Kupang

Minggu, 12 Maret 2023 | 13:05 WIB
X