• Selasa, 26 September 2023

Rocky, Jokowi Dan Parallax Politis

- Jumat, 25 Agustus 2023 | 16:45 WIB
Sintus Runesi (Staf Pengajar SMA Seminari St. Rafael Kupang) (Istimewa)
Sintus Runesi (Staf Pengajar SMA Seminari St. Rafael Kupang) (Istimewa)

Penulis: Sintus Runesi (Staf Pengajar SMA Seminari St. Rafael Kupang)


SuluhDesa.com | Kita bisa belajar bahwa kontroversi yang memusat pada sosok Rocky Gerung dan Presiden Jokowi, karena pernyataan sarkastik Rocky beberapa waktu lalu, memerlihatkan kepada kita apa yang disebut oleh Slavoj Žižek sebagai parallax view (Žižek, 2006).

Dan, reaksi sebagian masyarakat yang merasa ikut terhina bersama Presiden Jokowi, lalu menggalang demonstrasi, baik secara luring maupun daring  melawan Rocky, sebagaimana demonstrasi para buruh (yang tentu saja berbeda kualitas dan intensi antara mereka yang anti-Rocky dan para buruh) menyingkapkan dengan lebih jelas kepada kita apa yang disebut oleh Gilles Deleuze dan Félix Guattari (1972) sebagai “insting kawanan bawaan” (des formes de grégarité), suatu hasrat untuk ditarik, digiring, dan diperlakukan menurut kehendak penguasa, sebagaimana dijalani oleh masyarakat Jerman di bawah Hitler.

Term parallax dipakai untuk menjelaskan bahwa posisi suatu objek akan berbeda bila dilihat dari dua arah yang berbeda. Penggunaan paling umum tentang parallax biasanya kita temukan dalam astronomi. Namun, secara filosofis, perbedaan ini tidak sekedar disebabkan oleh posisi objek itu dari dua arah perspektif yang berbeda.

Baca Juga: Kabut Pagi di Dusun Sunyi, Lukisan Presiden RI Ke-6 SBY Laku Lebih Dari Setengah Miliar Dalam Acara Lelang

Lebih dalam, Žižek menegaskan bahwa sebuah pergeseran epistemologis dalam perspektif subjek selalu merefleksikan pula pergeseran ontologis pada objek bersangkutan.

Kontroversi yang terjadi memerlihatkan antagonisme yang tidak memungkinkan adanya titik temu antara dua agensi yang bertentangan (misalnya perjuangan kelas, pertarungan antarpartai, antara yang pro-Jokowi dan anti-Rocky, and so on) berdasarkan modus eksistensinya masing-masing.

Oleh karena itu, parallax bukan hanya suatu karakter ontologis yang paling tidak konsisten dari universum politis kita. Bahkan dalam milieu kontemporer, parallax sangat operatif dalam pengalaman etis dan pengalaman berbahasa, sebagaimana kita lihat dan alami melalui kontroversi yang terjadi.

Untuk memerjelas maksudnya, dalam bukunya, Žižek (2006) membeberkan banyak contoh dalam hubungan dengan objek parallax. Di sini, saya akan memaparkan satu contoh, sebagai suatu gambaran pembanding dalam memahami kontroversi yang terjadi dalam konteks kita.  

Baca Juga: Dari Artis Terkenal Hingga Pemilik Warung Teh Manis di Bali

Žižek menggunakan konsep parallax untuk menjelaskan gagasan filsuf Denmark, Søren Kierkegaard dalam bukunya Fear and Trembling (1983), tentang “penangguhan teleologis yang etis” demi agama, ketika Abraham hendak memersembahkan Ishak menurut perintah Allah.

Tanpa gagasan tentang penangguhan itu, perintah Allah dalam kisah tersebut, sekali pun merupakan perintah Allah, dapat disebut sebagai suatu perintah yang tak beretika (unethical command). Dan yang menarik adalah, Abraham tidak sekali pun mengungkapkan perintah Allah itu kepada siapa pun, termasuk kepada Ishak.

Maka, dalam apa yang disebut sebagai parallax Kierkegaardian ini, Žižek menulis bahwa kisah itu bisa dipandang sebagai suatu penghukuman kita pada suatu ketakutan permanen, tetapi sebagaimana dibilang oleh Kierkegaard bahwa bisa dilihat juga sebagai sesuatu yang secara inheren komikal.

Kierkegaard dalam bukunya itu, menunjukkan bahwa dengan penangguhan etis itu, kita dapat menemukan bahwa selain aspek tragedy, ada aspek komikal dalam kisah pengorbanan Ishak, demikian pula dalam kisah inkarnasi. Bayangkan anda berada dalam suatu ruangan penuh massa yang sedang menanti datangnya sang raja agung.

Halaman:

Editor: Idus Walanatu

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Ekspresi Seni: Dari Pinggiran Untuk 101 Tahun Kota Sari

Senin, 18 September 2023 | 07:53 WIB

Rocky, Jokowi Dan Parallax Politis

Jumat, 25 Agustus 2023 | 16:45 WIB

Estetika Paradoks: Membaca Rupa FKIP Undana

Kamis, 10 Agustus 2023 | 14:37 WIB

Rahasia Pengelolaan Dana Desa yang Sukses

Kamis, 27 Juli 2023 | 20:05 WIB

Pentingnya Pembangunan Desa bagi Masyarakat

Kamis, 27 Juli 2023 | 18:49 WIB
X