Ini Kisah Dan Profil Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Dari SD di TTU Lalu Kuliah Di Kupang Hingga Jadi Hakim MK

- Senin, 20 Maret 2023 | 21:56 WIB
Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. (Istimewa)
Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. (Istimewa)

SOSOK, suluhdesa.com | Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dipilih oleh Presiden Joko Widodo menggantikan I Dewa Gede Palguna yang telah menyelesaikan masa tugasnya pada 7 Januari 2020.

Daniel menjadi putra pertama Nusa Tenggara Timur yang menjabat sebagai Hakim Konstitusi sejak Mahkamah Konstitusi berdiri.

Daniel Yusmic Pancastaki Foekh lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 15 Desember 1964.

Melansir dari laman mkri.id, Daniel merupakan putra ke-5 dari tujuh bersaudara.

Ia lahir dari pasangan Esau Foekh dan Yohana Foekh-Mozes. Ketika Daniel menamatkan Sekolah Dasar (SD) GMIT 2 di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), ia mendapat nilai pas-pasan.

Idealisme sang ayah yang mengharuskan setiap anaknya memperoleh nilai yang bagus, membuat Daniel harus mengulang kembali kelas VI SD Inpres Oetete II Kupang.

Baca Juga: KEREN! Rapper NTT Ini Akan Rilis Album Perdananya Di 38 Platform Digital, 17 Tahun Dalam Dunia Musik Tanah Air

Hal ini menyebabkan ia mengulang kembali kelas VI SD bersama dengan adiknya. Karena itulah, Daniel memiliki dua ijazah SD.

Dibesarkan dari keluarga pendidik tidak serta-merta membuat sosok Daniel memiliki cita-cita sebagai pendidik.

Ia justru memiliki cita-cita sebagai hakim. Akan tetapi, cita-citanya tersebut tidak didukung oleh sang ayah. Ayahnya menghendaki ia meneruskan pekerjaan sebagai pendidik.

“Bapak saya seorang pendidik, berstatus PNS. Bapak saya mengawali karier sebagai guru sekolah dasar (SD), kepala sekolah, penilik sekolah hingga terakhir pensiun dari Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan (P & K) Provinsi NTT,” kisahnya beberapa waktu lalu.

Menurut Daniel, kala itu di NTT, salah satu jabatan yang dihormati masyarakat sebagai pendidik (guru), selain Pendeta dan Pastor.

Oleh karena itu, ayahnya berharap besar Daniel bisa menjadi seorang pendidik. Akan tetapi, ia melihat kehidupan ayahnya yang sangat sederhana sehingga muncul di pikirannya untuk tidak hidup menjadi pendidik seperti ayahnya.

“Saya baru mengerti mengapa kehidupan Bapak sangat sederhana. Beliau harus menghidupi tujuh orang anak. Apalagi menjadi pendidik PNS yang jujur di Kupang, tidak memungkinkan ada pemasukan lain selain gaji,” ujarnya

Halaman:

Editor: Frids Wawo Lado

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Membaca Estetika Berpikir Prof. Roy Nendissa

Kamis, 1 Juni 2023 | 07:20 WIB

Ganjar Pranowo: Dari Pengacara hingga Gubernur

Selasa, 25 April 2023 | 08:18 WIB
X