Bocah NTT Singkirkan Ribuan Anak dari Seluruh Dunia dalam Lomba Matematika Internasional, Oh Ternyata Dia

- Jumat, 20 Januari 2023 | 08:31 WIB
Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat berkesempatan hadir langsung dalam acara Penyerahan Reward Peringkat I _Abacus Brain Gym (ABG) International Mathematics Competition_ kepada Caesar Archangels Hendrik Meo Tnunay (Nono) Siswa SD Inpres Buraen 2, Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang.
Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat berkesempatan hadir langsung dalam acara Penyerahan Reward Peringkat I _Abacus Brain Gym (ABG) International Mathematics Competition_ kepada Caesar Archangels Hendrik Meo Tnunay (Nono) Siswa SD Inpres Buraen 2, Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang.

KUPANG, suluhdesa.com | Nama Caesar Archangels Hendrik Meo Tnunay harum seusai prestasinya menyabet juara pertama International Abacus World Competition 2022.

Ia berhasil menyingkirkan 7.000 peserta lainnya dalam kompetisi matematika dan sempoa tingkat dunia.

Bocah yang akrab disapa Nono itu adalah satu-satunya siswa asal Indonesia. Lalu, siapa Nono?

Nono lahir di Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang, NTT, pada 2 April 2015. Ia lahir dari pasangan Raflim Meo Tnunai dan Nuryati Seran. Sang ayah bekerja serabutan, dulunya kuli atau tukang bangunan. Sedangkan sang ibu merupakan guru dengan status kontrak.

Baca Juga: SD Inpres Buraen 2 Lahirkan Juara Lomba Internasional Matematika, Gubernur VBL Apresiasi

Sejak kecil, Nono dikenal super aktif. Meski ia gemar bermain dengan teman-temannya, namun Nono tak menanggalkan kewajibannya belajar, membaca, dan menulis.

"Dia sejak kecil itu sangat aktif, suka lari sana-sini, bermain dengan teman-teman," ungkap Nuryati kepada detikBali, Kamis (19/01/2023).

Nono sudah bisa berbicara lancar saat usia satu tahun.Saat berusia lima tahun dan duduk di Paud Tunas Belia, ia sudah bisa membaca. Bahkan, ia mengikuti kursus bahasa Inggris setiap pekan.

"Dia ini baru usia satu tahun sudah aktif berbicara. Saat masuk Paud dia sangat pintar. Bahkan, minta untuk ikut kursus bahasa Inggris," cerita Nuryati.

Sebetulnya, kata Nuryati, kondisi ekonomi yang pas-pasan, bahkan tak stabil membuatnya sulit memberi pendidikan lebih kepada Nono. Tetapi, kemauan Nono keras.

"Rasa ingin tahu Nono sangat tinggi. Jadi, dia paksa kami harus ikut kursus. Beli buku bacaan. Terpaksa kami turuti saja kemauannya biar semangat belajar tidak redup," pungkas Nuryati. (Dtk/MSD-001)

Editor: Frids Wawo Lado

Tags

Terkini

Membaca Estetika Berpikir Prof. Roy Nendissa

Kamis, 1 Juni 2023 | 07:20 WIB

Ganjar Pranowo: Dari Pengacara hingga Gubernur

Selasa, 25 April 2023 | 08:18 WIB
X