Oleh: Honing Alvianto Bana
I. Besipae
setiap kali hujan turun
kenangan itu kembali memenuhi dadamu:
padang memberikan tubuhnya untuk para gembala, hutan mempersilakan kau berburu, dan sungai sungai jernih menghapus bau keringat anak-anakmu.
tetapi kini hanya kenangan yang tersisa
sejak anak-anakmu berburu rupiah di negri negri nun jauh. sebab di sini, kau tahu sendiri: buruan kehilangan hutan, anak anak kehilangan padang, dan sungai kehilangan jernihnya.
setiap kali hujan turun
kau kenang lagi kejadian tempo hari
tetapi kau telah kehabisan banyak air mata.
Soe, Oktober 2022
II. Kepada Laki-laki Atoin Meto
Atas nama 91 helai daun ampupu, bisakah kau bersumpah untukku? jangan pernah pendam derita, 531 jiwa, Atoin Meto di dadamu saja.
Maka lepaskan dia, biarkan dada ini merasa terhina lalu berontak. Kita telah berkaca pada sejarah, oleh karnanya kita tahu; sejarah kita adalah sejarah perlawanan.
Sebelum tarian perang itu berubah sebagai tarian penyambut tamu; tarian kita adalah tarian penuh kemenangan.
Maka tak usah kita menepuk dada sambil berlompa menjadi manusia paling sopan, lalu membiarkan para penindas itu merampas tanah kita sepetak demi sepetak.
Sesungguhnya, tanah dipantai selatan hingga di puncak Mutis itu bukan tak bertuan.
Bersumpahlah, disana dahulu tanah-tanah kita dihuni para usif dan meo; tak ada yang penakut sepertimu.
Kepada kau, laki-laki Atoin Meto; harga diri kita adalah sama, menyatu pada tubuh perempuan, dan tersimpan dalam sejingkal tanah -- tempat kita mengubur ari-ari dan kenangan.
Harga diri kita abadi, tak goyah di hantam lautan hingga topan dan bebatuan.