Prinsip ekonomi yang dapat digunakan dalam pembuatan peraturan berlaku dalam tiga kegiatan yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi ekspresi budaya tradisionl.
- Prinsip kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.
Perlindungan terhadap EBT melalui perda akan menstimulir masyarakat pengemban untuk terus berkarya menghasilkan budaya dan teknologi baru, selain kembali menggali budaya lokal yang telah lama hilang dalam keseharian masyarakat pengemban.
Adat istiadat yang merupakan EBT yang ada di NTT merupakan volksgeist (jiwa bangsa) seperti kearifan lokal atau folkwisdom harus dijadikan pijakan dalam pembentukan norma hukum (rechts norm) yang termuat dalam perda.
- Prinsip sosial
Peraturan daerah tentang EBT merupakan peraturan tentang kekayaan intelektual komunal, bukan perorangan. Prinsip dasar dari EBT adalah kepemilikan secara komunal (sosial), dengan demikian masyarakat akan menjaga serta memelihara EBT melalui tradisi.
- Prinsip legalitas
Dalam hukum pidana, dikenal asas legalitas, yakni asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam undang-undang.
Untuk menjamin ini semua dibutuhkan satu sistem hukum daerah untuk menyelaraskan tradisi dengan nilai yang berkembang dalam masyarakat.
- Prinsip kelestarian
Perda tentang EBT harus merupakan upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Prinsip ini mengharuskan dalam perda tentang EBT diwajibkan pendokumentasian seluruh EBT sebagai perlindungan yang definitif.
Hal ini sama dengan perkembangan jaman dan juga sama dengan adagium latin yang menyatakan lego ergo scio (saya membaca maka saya tahu).
- Prinsip kolaborasi
Kolaborasi adalah suatu bentuk interaksi, diskusi, kompromi, kerjasama yang berhubungan dengan individu, kelompok atau beberapa pihak lainnya, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung.
Produk peraturan daerah tentang EBT merupakan hasil kerja kolaboratif pentahelix (akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, pemerintah, dan media/ academician, business, community, government, media) di Provinsi NTT.
Akademisi berperan sebagai conceptor yang mengidentifikasi dan mengkonsepsi potensi EBT.
Badan usaha/bisnis berperan sebagai enabler yang mengemangkan konsep bisnis EBT.
Komunitas berperan sebagai accelerator (akselerator) dalam pengembangan potensi dan pelestarian EBT;
Pemerintah berperan sebagai regulator dan controller yang bertanggungjawab dalam mengatur dan mengembangkan EBT yang ada di tengah masyarakat.
Artikel Terkait
Hari Ini! Wakil Gubernur NTT Pertahankan Disertasinya, Usia Bukan Alasan Untuk Berhenti Belajar
Sah! Josef Nae Soi Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum